Ki Hajar Dewantara, Sang Bapak Pendidikan Pejuang Pendidikan Nasional Yang Berkeadilan

- 24 Desember 2020, 18:55 WIB
Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara. /dosenpendidikan.co.id

 

PORTAL PASURUAN - Tanggal 2 Mei merupakan tanggal yang bersejarah bagi pelaku dunia pendidikan. Karena di tanggal itu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Penetapan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional bermula dari peran Ki Hajar Dewantara, sang Bapak Pendidikan. Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Pakualaman.

Beliau adalah seorang pelopor pendidikan di negeri ini yang berani menentang kebijakan pendidikan di jaman Kolonial. Kebijakan yang ditentangnya adalah adanya perbedaan hak memperoleh pendidikan antara golongan bangsawan dan rakyat jelata.

Menurut Ki Hajar Dewantara hak memperoleh pendidikan merupakan hak seluruh rakyat di Indonesia tanpa dibatasi oleh status sosial dan status ekonomi.

Baca Juga: Doa Bercermin: Tulisan Arab, Latin dan Arti dalam Bahasa Indonesia

Sebagaimana kami kutip dari Ki Hajar Dewantara memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat.

Saat masih muda, Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda).

Ia juga sempat melanjutkan pendidikan ke STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen), yaitu sekolah pendidikan dokter di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda, tetapi tidak sampai lulus lantaran sakit.

Ki Hajar Dewantara bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik di Indonesia, yaitu Boedi Oetomo dan Insulinde.

 Baca Juga: Catat! Inilah Lokasi Tes Swab Antigen Gratis dari Polda Metro Jaya

Ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.

Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka. 

Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya.

Baca Juga: Inilah 10 Ucapan Selamat Natal yang Berkesan, Bisa Dibagikan di Media Sosial

Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.

Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.

Ia meninggal di Yogyakarta pada 26 April 1959 pada umur 69 tahun. Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Baca Juga: Masih Dituduh sebagai Pria Video Syur Mirip Gisel, Adhietya Mukti akan Laporkan Netizen ke Polisi

Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia.

Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun emisi 1998.

Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Soekarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).

Ki Hajar Dewantara meninggal di Jogjakarta, 26 April 1959, di umur 69 tahun.(Lia Damayanti)***

Editor: Elita Sitorini

Sumber: Portal Probolinggo-Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini