Perdana Menteri Menolak Untuk Mundur, Thailand Diguncang Protes

26 Januari 2021, 18:33 WIB
Prayuth /Kolase Zonajakarta.com/ANTARA

PORTAL PASURUAN - Gejolak politik di Thailand makin tak terkendali. Pemerintah Thailand memberlakukan status darurat selama dua hari pasca aksi demonstrasi besar-besaran.

Para pendemo yang merupakan pro-demokrasi menuntut pemerintah Thailand mengambil sikap agar terjadi perubahan konstitusi, reformasi monarki dan menuntut Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengundurkan diri.

Baca Juga: Sidang Pemakzulan Donald Trump Dilakukan Bulan Depan, Drama Politik Kotor Hingga Penghasutan

"Perdana Menetri Prayuth Chan-ocha harus segera mundur dari jabatannya sekarang," ujar Sompong Amornwiwat seperti dikutip PORTAL PASURUAN dari CBSNEWS.

Amornwiwat sendiri merupakan pemimpin oposisi yang telah geram atas tindakan pemerintahan Thailand yang dianggap semena-mena terhadap rakyat.

Para pendemo telah memberikan batas waktu kepada Prayuth Chan-ocha hingga sabtu agar segera mundur dari kedudukannya saat ini.

Baca Juga: Kompertisi Berjalan Setelah Lebaran, LIB: Masih Banyak Hal Yang Harus Dipersiapkan

Sementara itu terpisah, Prayuth mengatakan bahwa saat ini pemerintah telah berkomitmen dan secara tulus untuk mematuhi hukum serta melakukannya dengan bijak.

Namun tetap saja, pernyataan Prayuth tersebut tidak mematahkan tuntutan para pendemo yang kukuh pada tiga hal utama, yaitu pengunduruan diri perdana menteri, penulisan ulang konstitusi dan reformasi kekuasaan monarki yang penerapannya hampir absolut.

Pada 2014 lalu, Prayuth Chan-ocha berhasil menduduki kursi kepemimpinan setelah melakukan kudeta. Kemudian pada 2019, dirinya terpilih sebagai Perdana Menteri kembali melalui pemilihan umum.

Baca Juga: Eks Anggota HTI Dilarang Ikut Pemilu, Zulfikar Arse: Dasarnya Sudah Bertolak Belakang Dengan NKRI

Namun menurut sumber Network for Free Elections menyebutkan bahwa perolehan suara tersebut rentan akan kecurangan dan cenderung menguntungkan junta militer.

Menanggapi tudingan yang mengatakan bahwa pemilu sebelumnya dianggap ada campur tangan kekuasaan politik, Prayuth Chan-ocha menegaskan dan membantah segala berita miring tersebut.

Ia bersikeras bahwa pemilu yang telah dilakukan benar-benar adil dan merupakan hasil yang sebenar-benarnya.

Selain itu, para kritikus juga menuduh bahwa ada campur tangan kekuasaan politik dalam upaya mempertahankan kekuasaan dari Prayuth Chan-ocha.

Baca Juga: Chelsea Tunjuk Thomas Tuchel Pasca Pemecatan Frank Lampard, Abramovich Sampaikan Pesan Untuk Sang Legenda

Kemarahan terhadap kekuasaan monarki di Thailand terus meningkat. Maha Raja Vajiralongkorn juga dituntut atas kekuasaannya yang dianggap semena-mena.

Beberapa kritikus beranggapan, rasa kesal masyarakat Thailand diakibatkan sikap Vajiralongkorn yang korup serta playboy sehingga tidak pantas untuk berkuasa.

Kritik yang dilontarkan terhadap kekuasaan Maha Raja sendiri ditindak sebagai perbuatan kriminal sesuai engan pasal 112 KUHP Thailand.

Baca Juga: Pembuat dan Pengguna Surat Tes COVID-19 Palsu Berhasil Diringkus Polisi

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa barang siapa memfitnah, menghina, mengancam raja akan dikenakan hukuman penjara dalam kurun waktu 3 hingga 15 tahun.

 

Hingga saat ini situasi di Thailand masih memanas, ribuan pendemo masih bersikeras agar tiga tuntutan mereka segera dipenuhi.***

Editor: Jati Kuncoro

Sumber: CBSNEWS

Tags

Terkini

Terpopuler