Pada 2014 lalu, Prayuth Chan-ocha berhasil menduduki kursi kepemimpinan setelah melakukan kudeta. Kemudian pada 2019, dirinya terpilih sebagai Perdana Menteri kembali melalui pemilihan umum.
Baca Juga: Eks Anggota HTI Dilarang Ikut Pemilu, Zulfikar Arse: Dasarnya Sudah Bertolak Belakang Dengan NKRI
Namun menurut sumber Network for Free Elections menyebutkan bahwa perolehan suara tersebut rentan akan kecurangan dan cenderung menguntungkan junta militer.
Menanggapi tudingan yang mengatakan bahwa pemilu sebelumnya dianggap ada campur tangan kekuasaan politik, Prayuth Chan-ocha menegaskan dan membantah segala berita miring tersebut.
Ia bersikeras bahwa pemilu yang telah dilakukan benar-benar adil dan merupakan hasil yang sebenar-benarnya.
Selain itu, para kritikus juga menuduh bahwa ada campur tangan kekuasaan politik dalam upaya mempertahankan kekuasaan dari Prayuth Chan-ocha.
Kemarahan terhadap kekuasaan monarki di Thailand terus meningkat. Maha Raja Vajiralongkorn juga dituntut atas kekuasaannya yang dianggap semena-mena.
Beberapa kritikus beranggapan, rasa kesal masyarakat Thailand diakibatkan sikap Vajiralongkorn yang korup serta playboy sehingga tidak pantas untuk berkuasa.
Kritik yang dilontarkan terhadap kekuasaan Maha Raja sendiri ditindak sebagai perbuatan kriminal sesuai engan pasal 112 KUHP Thailand.
Artikel Rekomendasi